Home >>Blog >Segala Rupa

Terry Endropoetro's avatar

Jangan Lupa Pakai Masker!

Masker tidak pernah lupa, tapi malah yang penting kelewatan tidak dipakai.

Masa pandemi ini entah kapan berakhir. Tapi mau mengeluh kok ya tidak berani juga. Bagaimana pun harus bersyukur, masih diberi kesehatan. Sebagai pekerja lepas yang tidak menerima gaji bulanan, saya berusaha tidak mengeluh walau pendapatan tidak selancar biasanya. Tiga bulan pertama di awal pandemi tahun lalu memang terasa berat. Demi mengirit pengeluaran, saya berpuasa. Yaaa, siapa tahu dapat pahala juga.

Agak merasa beruntung juga saya sudah tidak lagi kerja kantoran. Jadi tidak perlu sakit kepala, khawatir kalau-kalau mendadak ada pemutusan hubungan kerja. Beberapa teman yang masih bekerja hingga kini pun masih merasa tidak tenang. Selalu ada rasa was-was kehilangan pekerjaan karena perampingan perusahaan. Tapi, dampak positifnya ada kok, mereka jadi lebih giat bekerja.

Aku banyak mendengar cerita para pekerja kantoran dan ibu rumah tangga yang mendadak jadi guru dan harus mendampingi anak-anak sekolah jarak jauh. Ini memang jadi pengalaman baru yang bikin emosi cepat naik dan bikin pusing. Tapi jadi tahu, menjadi guru itu tidak mudah. Harus panjang sabar ha… ha… ha… ha….

Suatu hari teman saya yang lain, seorang lelaki lajang berseru, "Ya ampuuun, lega banget gue kelar ujian." Usut punya usut, ternyata dia harus menemani keponakannya yang masih duduk di kelas 4 SD, sekolah virtual setiap pagi. Hal ini terpaksa dia lakukan karena ibu si anak bekerja, sementara nenek dan kakek di rumah gagap teknologi.

Dia seorang seniman, yang biasanya tidur dini hari, sekarang harus tertib bangun pagi. Mengikuti pelajaran, mencatat bila ada tugas, dan menemani keponakannya menyelesaikan pekerjaan rumah.

"Gue pikir hidup gue sudah ruwet, ternyata ngajarin anak pelajaran sekolah lebih berat lagi. Gue sekarang bener-bener acungin jempol buat para guru. Mengajar itu berat, lho," katanya sambil tertawa dengan nada pasrah, menyadari hal ini seperti balasan baginya, karena dulu dia terkenal badung semasa sekolah.

Kehebohan terjadi ketika ada rapat virtual antara guru, orang tua, dan wali murid. Umumnya yang hadir adalah para ibu wali murid yang berdandan rapi. Hanya teman saya ini yang berbeda. Sudahlah dia lelaki, lehernya penuh dengan tato dan sederet anting tersemat di kuping. "Rasanya seperti dihujani pandangan setajam ujung pisau. Kebayang kan, mata ibu-ibu?!" katanya pasrah.

Pandemi mengubah banyak hal termasuk cara bersosialisasi. Saya hanya membayangkan bagaimana generasi keponakan teman bertato tadi membentuk keluwesan sosialnya. Begitu banyak pembatasan berinteraksi pada masa tumbuh kembang mereka saat ini.

Kita orang dewasa saja sudah makin jarang jabat tangan apalagi peluk cium bila berjumpa. Bahkan kalau berpapasan di jalan pun kadang tidak saling sapa. Mengapa? Karena yang kita lihat hanya bagian mata, telinga, dan kepala. Ya memang tujuan utama memakai masker untuk melindungi kita tertular atau menularkan virus Covid19. Tapi, betul kan, masker yang menutupi hidung dan mulut cukup membuat kita tak mengenali siapa orang yang ada di hadapan?

Karena masker penutup hidung dan mulut ini jugalah, kini gaya berbusana jadi berubah. Masker seperti bagian dari busana, matching dengan bajunya. Saya begitu juga, khusus membeli masker berwarna hitam, paling tidak senada dengan warna sepatu saya. Paling tidak biar tetap keren kalau berfoto. Ha… ha… ha… tetap ya, usaha!

Saya sangat taat bermasker. Jangankan pergi jauh, belanja di tukang sayur depan rumah pun, masker saya kenakan. Pada suatu hari, saya harus buru-buru mengirim paket ke luar kota. Saya memesan ojek online menuju kantor ekpedisi. Saat melewati pintu pagar saya sadar belum memakai masker. Saya rela balik ke rumah demi mengambil masker dan langsung memakainya.

Sampai di kantor ekspedisi, saya mengantre menunggu petugas menimbang dan memasukkan data. Sambil duduk, saya merasa apalagi yang rasanya terlupakan. Dompet ada, ponsel dibawa. Aman. Tapi tiba-tiba....

Oh No! Saya tersadar dan keanehan ini memang baru terasa. Saya tidak pakai BH! Ya, Tuhaaan. Masker diingat-ingat, tapi penutup dada malah terlupa. Saya benar-benar lupa! Untungnya baju yang saya kenakan bahannya tebal, bermotif, dan cukup longgar. Jadi bagian dada tersamarkan. Tapi tetap saja saya mendadak salah tingkah. █

--------------------------------------------------

Tulisan ini dimuat dalam artikel Gado-Gado majalah Femina edisi April 2021.


Comments

No comments yet.

Add Comment

* Required information
(never displayed)
 
Bold Italic Underline Strike Superscript Subscript Code PHP Quote Line Bullet Numeric Link Email Image Video
 
Smile Sad Huh Laugh Mad Tongue Crying Grin Wink Scared Cool Sleep Blush Unsure Shocked
 
2000
 
Notify me of new comments via email.