Home >>Blog >Segala Rupa

Terry Endropoetro's avatar

Mencari Informasi Corona yang Terpercaya

Pandemi corona sedang melanda dunia, termasuk Indonesia. Informasi corona seperti lahar panas yang mengalir deras. Agar tak bikin panik, ada baiknya memilah dan memilih informasi dari sumber yang terpercaya.

Seorang teman dari Medan sedang menginap di rumah, ketika penyebaran virus corona mulai marak di Jakarta pertengahan Februari 2020 lalu. Kami sempat bingung, karena sederet jadwal pekerjaan jadi tertunda bahkan ada yang dibatalkan.

Anjuran untuk jaga jarak aman dan mengurangi interaksi sudah mulai digaungkan. Kami pun memilih berdiam di rumah. Sehari dua hari, lalu seminggu mulailah terasa, kehidupan dan kebiasaan berubah drastis. Semua pekerjaan dikerjakan dari rumah sambil sesekali mendengar berita di televisi yang mengabarkan pandemi corona sudah menyebar ke mana-mana. Bukannya tenang, hati ini malah jadi gundah gulana.

Tapi mau menghindar dari berita pun tak bisa, teman saya rajin sekali menggali informasi dari sosial media, setiap setengah jam dia akan berteriak melaporkan situasi tentang pandemi ini. Negara-negara yang mulai 'tumbang' satu per satu, jumlah korban yang terus bertambah, tenaga medis yang terpapar Covid-19, termasuk kota-kota mana di Indonesia yang sudah merencanakan lockdown demi keamana warganya.

Lama-lama seperti ada pusaran air di atas kepala saya, terlalu banyak informasi yang harus saya cerna. Bukan tak mau tahu, tapi karena tak sepandai dia, saya harus menyaring satu persatu perlahan-lahan supaya benar-benar paham.

Pertanyaannya adalah, lantas mau mulai dari mana tentang informasi corona? Apa saya sudah ketinggalan banyak berita?

Beruntung kemudian saya menemukan Pusat Informasi Corona di Kumparan. Laman ini berisi informasi paling dasar seputar corona yang saya butuhkan. Jadi saya tak khawatir bakal buta informasi setelah teman saya kembali ke Medan, beberapa pekan sebelum operasional dan penerbangan dari Bandara Soekarno Hatta dinonaktifkan.

Mungkin sebagian orang akan mencibir ketika saya mulai kembali membaca apa itu corona. Virus yang muncul pada akhir 2019 di Wuhan, China, ini telah menginfeksi lebih dari 2 juta orang. Sudah memakan korban lebih dari 130 ribu jiwa di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia, sungguh wabah yang tak boleh dianggap sebelah mata.

Laman ini ditampilkan dengan cukup menarik dengan ilustrasi yang apik berwarna-warni. Artikel pendek, sarat, dan padat membuat informasi corona yang berat tersaji lebih ringan. Informasi lama sampai yang terbaru, ada di sini.

Artikel tentang bagaimana virus ini menyebar dan gejalanya tidak hanya dibaca sekilas, tapi saya pahami. Sehingga saya tak salah bila harus berbagi informasi. Saya mempersempit peluang interaksi agar bisa menjaga kesehatan diri.

Akhirnya saya merasa tidak perlu cemas berlebihan tapi tetap waspada tentunya. Saya bisa melakukan beberapa pekerjaan dari rumah dengan tenang, walaupun tidak 100% berjalan lancar karena pada kenyataannya saya lebih banyak rebahan.

Mematuhi anjuran pemerintah untuk beribadah dari rumah, juga memutuskan tidak pulang kampung walaupun di ibukota harus hidup prihatin. Berhemat karena pemasukan bulanan berkurang setengahnya. Tapi tetap bersyukur, masih bisa menyisihkan sedikit donasi membantu teman-teman yang berjiwa sosial membagikan nasi bungkus, sembako, juga masker bagi mereka yang membutuhkan.

Di laman Pusat Informasi Corona Kumparan ini juga ditampilkan data Sebaran Kasus Corona di 34 provinsi di Indonesia. Bersumber dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, memuat angka-angka ODP (Orang Dalam Pemantauan), PDP (Pasien Dalam Pengawasan), positif corona, sembuh, dan meninggal. Informasinya pun diperbaharui setiap hari. Setiap melihat grafik ini, selalu berharap angka-angka ino segera menurun.

Saya di Jakarta, provinsi dengan penderita COVID-19 di peringkat pertama. Sementara orang tua saya di Bandung. Terlalu riskan rasanya berpindah kota. Mengantisipasi virus yang terikut, sampai di Bandung harus pula isolasi mandiri terkurung dalam rumah selama 14 hari. Sudahlah. Lebih baik tetap di Jakarta. Toh, kami sekeluarga masih bisa berkomunikasi secara virtual.

Dan setelah dipikir-pikir sebenarnya kalau saya pulang ke Bandung, saking nyamannya di rumah bersama orang tua, bisa-bisa produktivitas kerja 0% tapi rebahannya 100%.

Dalam masa pandemi ini, ibaratnya kita naik di kapal masing-masing, tapi sedang melewati badai yang sama. Setiap.orang pasti punya cara untuk bertahan. Saya sendiri bertekad untuk tetap kreatif dan produktif dengan menulis. Dan menurut saya inilah #BerkahNulisdiRumah sehingga pikiran saya masih tetap waras setelah dua bulan lebih berdiam di rumah.

Anggap saja sekarang sedang liburan panjang, walau belum juga tampak di mana ujungnya. Hanya berusaha memahami yang terjadi, mawas diri, berdoa agar sehat.

Yakin sajalah kita semua bertahan, asal mawas diri. Yang kita lakukan ini adalah #TenanguntukMenang. Sabar menanti kabar baik itu datang. █


Comments

No comments yet.

Add Comment

* Required information
(never displayed)
 
Bold Italic Underline Strike Superscript Subscript Code PHP Quote Line Bullet Numeric Link Email Image Video
 
Smile Sad Huh Laugh Mad Tongue Crying Grin Wink Scared Cool Sleep Blush Unsure Shocked
 
2000
 
Notify me of new comments via email.