Home >>Blog >Seni Budaya

Terry Endropoetro's avatar

Sejarah Seni di Koleksi Lukisan Kepresidenan RI

Bisa berkunjung ke pameran Koleksi Lukisan Kepresidan Republik Indonesia menjadi pengalaman luar biasa. Karena puluhan luikisan ini bertema Senandung Ibu Pertiwi belum tentu bisa kita lihat setiap hari, mahakarya yang menjadi pengingat bahwa bangsa Indonesia sangat menghargai seni.

Sebagaimana menghadiri pameran atau acara seni budaya, saya sudah mengenakan pakaian rapi. Datang ke Galeri Nasional pagi-pagi sekali, padahal pameran baru akan dibuka beberapa jam lagi. Kesempatan datang ke Pameran Koleksi Lukisan Kepresidenan Republik Indonesia, tak mungkin saya lewatkan. Digelar selama sebulan dalam rangka perayaan kemerdekaan ke-72 negeri ini.

Ikut dalam rombongan Jadi Mandiri bukan berarti mendapat keistimewaan berkunjung. Untuk masuk ke gedung utama kami harus tetap mengantre. Saya ikut mengambil nomor antrean lalu menunggu untuk registrasi (lihat di bagian akhir tulisan).

Tas dan jaket harus dititipkan, termasuk kamera profesional dan tongsis. Yang boleh dibawa hanya ponsel. Semua pengunjung yang telah mengikuti prosedur ini akan diberi cap di tangan dengan tinta berwarna merah sebagai 'tiket masuk' ke gedung utama.

Sederet larangan terpampang di depan pintu masuk. Mulai larangan makan-minum dan merokok. Pemerikasaan dengan metal detector dilakukan, karena dilarang membawa senjata tajam sekecil apa pun, termasuk tongsis yang dikhawatirkan bisa merusak karya.

BUKAN PAMERAN BIASA
Sebuah layar raksasa dipajang di dekat pintu masuk ruang pameran Galeri Nasional, Jakarta. Menampilkan gambar lukisan berjudul Perkawinan Adat Rusia, karya Konstantin Egorovick Makovsky. Hadiah dari Nikita Khrushchev, pemimpin Republik Uni Soviet untuk Indonesia.

Secara fisik lukisan ini tidak dipamerkan dalam pameran yang diadakan oleh Kementerian Sekretariat Negara selama 2-30 Agustus 2017. Karena lukisan berukuran 450 x 295 sentimeter ini sudah 125 tahun usianya. Bertahun-tahun menghias ruang kerja di Istana Bogor. Saking besar dan beratnya katanya diperlukan 12 orang untuk menurunkan lukisan ini dari dinding istana ketika hendak direstorasi.

Di dalam ruangan berpencahayaan redup, pemandu berseragam merah siap memberikan info tentang setiap lukisan dan akan menegur siapapun yang memotret menggunakan ponsel dengan blitz menyala.

Para petugas pengaman memeriksa dengan ramah, tapi mata mereka mengamati setiap pengunjung yang Termasuk juga para tentara berselempang senjata, yang sesekali melintas di dalam ruang pameran Siap sedia menjaga 48 lukisan karya 41 perupa.

Mahakarya ini hanya sebagian kecil dari koleksi lukisan Kepresidenan Republik Indonesia yang berawal dari kegemaran Presiden Soekarno pada karya seni. Lukisan-lukisan yang biasa dipajang di Istana Merdeka dan Istana Negara di Jakarta, Bogor, dan Cipanas.

Semua lukisan yang terpajang di pameran ini dibuat oleh para maestro seni lukis Indonesia dan dunia. Kalian harus datang sendiri karena apresiasi setiap orang pada sebuah lukisan bisa berbeda. Tak masalah kalau kalian hanya mengenal nama seperti Basoeki AbdullahAJ. Pirous, Dullah, Henk Ngantung, Tino Sidin, atau Walter Spies. Karena di sinilah kita melakukan proses belajar, memperluas pengetahuan.

KEELOKAN ALAM INDONESIA
Ke-48 mahakarya ini dibagi menjadi 4 kelompok dan dipamerkan di ruangan dengan warna dinding berbeda-beda. Pemandangan alam berada di ruang berdinding hijau. Lukisan tentang keseharian masyarakat di ruang berdinding merah. Tradisi budaya di ruang berdinding biru. Mitologi dan religi di ruang berdinding kelabu.

Pada dinding hijau terpajang lukisan-lukisan pemandangan alam. Lukisan dikenal dengan istilah Mooi Indie Istilah ini pertama kali disebut dalam portfilio Du Catther (Amsterdam, 1913), yang merujuk pada lukisan pemandangan romantik di Hindia Belanda.

Pada awal abad ke-20, memang banyak pelukis Eropa yang datang ke Hindia Belanda karena tertarik mengabadikan keeksotisannya. Aliran ini begitu populer dan mempengaruhi gaya lukisan pelukis pribumi seperti Mas Pirngadi, Wakidi, dan Abdullah Suriosubroto.

Sementara pelukis Sudjojono tak sejalan dengan aliran ini, karena selalu memasukkan 3 unsur wajib: gunung, sawah, dan pohon kelapa. Menjadikan setiap lukisan mirip satu sama lain karena . Namun, lama-kelamaan Mooi Indie tidak lagi hanya melukis keindahan alam, tapi juga menangkap kehidupan sehari-hari di Hindia Belanda.

Pantai Flores | Basoeki Abdullah
1942 | oil on canvas | 120 x 185 cm

Terang Bulan | Wen Pear
1950 | oil on canvas | 76 x 98 cm

INDAH DALAM KESEHARIAN
Dari keseluruhan karya di dinding berwarna merah, saya jatuh cinta pada lukisan bertajuk Lelang Ikan. Kesibukan nelayan yang digambarkan sangat natural hingga saya bisa membayangkan kejadian dan emosi yang ada dalam lukisan.

Lukisan lain tak kalah menarik, menampilkan kegiatan membajak sawah, anak yang sedang bermain, perempuan-perempuan menari, dan saya tahan berdiri lama di depan Sambutan Rakjat Bali kepada Presiden Sukarno mencari sosok Presiden RI di dalam lukisan.

Lelang Ikan | Itji Tarmizi
1963 | oil on canvas | 140 x 195 cm

Sambutan Rakjat Bali kepada Presiden Sukarno | Ida Bagus Made Widja
1950 | watercolor on canvas | 87 x 152 cm

Sebuah Pemandangan di Sudut Kota Jakarta | Ernest Dezentje
- | oil on wood | 60 x 54,5 cm

CANTIKNYA KEBAYA
Memasuki ruangan panjang dengan dinding berwarna biru langsung terlihat perempuan-perempuan cantik berkebaya dalam lukisan berbingkai emas. Tampaknya memang ada masa di mana model lukisan berpose duduk dan tersenyum menawan. Nyaris serupa. Beberapa tampak berpose kaku, duduk dengan pandangan menerawang.

Di salah satu dinding dijelaskan bahwa pada 1927,  pemerintah kolonial Hindia Belanda menetapkan semua penduduk harus berpakaian sesuai latar belakang. Aturan ini bertujuan agar penduduk pribumi dan etnis tidak berpakaian seperti orang Eropa.

Pada kenyataannya, sehari-hari banyak mevrouw yang memakai kebaya dan kain sarung seperti yang dikenakan para perempuan pribumi dan etnis Tionghoa kala itu. Karena kebaya dan sarung lebih nyaman dipakai di negara tropis.

Pada 1940-an, kebaya menjadi penanda identitas bangsa Indonesia yang baru merdeka. Jadi di zaman modern ini seharusnya perempuan-perempuan Indonesia tetap bangga mengenakan kebaya (dan pakaian daerah) yang mencerminkan jati diri bangsa.

Dua Gadis Bali | Fadjar Sidik
1960 | oil on canvas | 89 x 65 cm

Gadis Toraja | Henk Ngantung
1957 | oil on canvas | 125 x 90,5 cm

Halimah Gadis Atjeh | Dullah
1951 | oil on canvas | 94 x 74,5 cm

Menunggu Hidangan | Frida Hoffeman
- | oil on canvas | 96 x 80 cm

MISTIS RELIGIUS
Ruangan berwarna kelabu merupakan ruangan paling bernuansa mistis di pameran ini. Mungkin karena 'disambut' Nyai Roro Kidul saat melangkah masuk.

Lukisan-lukisan yang dipamerkab tak hanya menggambarkan spirirtual dan religi, hubungan manusia dengan Sang Pencipta, tapi juga kepercayaan bahwa banyak hal tercipta atas kuasa-Nya.

Nyai Roro Kidul | Basoeki Abdullah
1955 | oil on canvas | 120 x 160 cm

Subuh/Doa VIII | Abdul Djalil Pirous
1980 | senigrafi | 70 x 50 cm

Sesadji Dewi Sri | Ida Bagus Made Poleng
1953 | oil on canvas | 208 x 260 cm

Tiga Pedanda | Almin Tamin
1962 | oil on canvas | 77 x 59 cm

MENYIMPAN SEJARAH SENI
Masih ada sebuah ruangan lagi yang menyimpan dokumentasi tentang koleksi karya seni. Di dinding berwarna oranye dibuat urutan jejak sejarah dan penghargaan seni oleh setiap Presiden RI. Sayang huruf-huruf yang berwarna kelabu agak sulit dibaca dari jauh.

Di meja kaca disusun banyak foto dan tulisan tangan Presiden Soekarno. Potongan surat kabar. Foto-foto, termasuk foti saat Basoeki Abdullah sedang melukis Fatmawati.

Kalau boleh mengucapkan terima kasih, akan saya tujukan pada Presiden pertama, Soekarno, yang memiliki cita rasa seni yang tinggi. Kalau bukan beliau yang memulai, mungkin tak sebanyak ini mahakarya yang kita miliki dan belum tentu bisa kita nikmati hari ini. █

PAMERAN KOLEKSI LUKISAN KEPRESIDENAN REPUBLIK INDONESIA
Galeri Nasional
Jl. Merdeka Timur, Jakarta
Jam buka: 10.00 - 20.00 wib
Registrasi:
- media center di Galeri Nasional
- (online) BEKRAF EVENTS
- (aplikasi android) BEKRAF EVENTS
GRATIS!  


Comments (10)

Topic:
Sort
0/5 (0)
Facebookdel.icio.usStumbleUponDiggGoogle+Twitter
Gravatar
Sie-thi nurjanah says...
Sebuah mahakarya luar biasa dari para seniman lokal. Kesempatan langka banget bisa melihat keindahan karya lukis yg selama ini tersimpan rapi di istana
Gravatar
Helena says...
Meski bukan ahli di bidang seni, aku Menikmati pameran lukisan ini. Ternyata Bung Karno jago melukis dan punya selera seni yang tinggi.
Gravatar
Terry Endropoetro says...
Wooooooow, beliau luar biasa. Itu yang menurun ke Guruh Soekarno Putra mbak
Gravatar
Rach Alida Bahaweres says...
Aku senang banget pas datang ke pameran ini dan bisa melihat keberagaman bangsa melalui lukisan :)
Gravatar
Terry Endropoetro says...
Ini cuma sebagian kecil koleksi keseuruhan ya
Gravatar
Echi mustika says...
Jujur memang tidak terlaly faham aku mba tentang lukisan, tapi ini sepertinya pengalaman yg tak yerlupakan ya dapat melihat pameran lukisan dari pelosuk negri
Gravatar
Terry Endropoetro says...
Iya mbak. Pokoknya lihatnya seneng deh
Gravatar
Sonya Tampubolon says...
ah keren paparanmu mbak.. and yes, setuju bgt klo kita perlu bersyukur krn Soekarno punya cita rasa dan apresiasi thd seni, sampai kita bs ikut menikmatinya di masa sekarang.
Gravatar
Terry Endropoetro says...
Terima kasih banyak. Sepaham kita ya.

Add Comment

* Required information
(never displayed)
 
Bold Italic Underline Strike Superscript Subscript Code PHP Quote Line Bullet Numeric Link Email Image Video
 
Smile Sad Huh Laugh Mad Tongue Crying Grin Wink Scared Cool Sleep Blush Unsure Shocked
 
2000
 
Notify me of new comments via email.