Home >>Blog >Segala Rupa

Terry Endropoetro's avatar

Merenungi Pancasila

Salah satu kesalahan besar yang pernah dilakukan pemerintah kolonial Hindia Belanda adalah membuang Soekarno ke Ende (1934 ‐1938). Sengaja dibuang jauh agar tokoh politik ini terasing dari 'dunia'-nya. Tapi bukanlah Soekarno, kalau tak bisa menciptakan dunia yang baru.

Kesalahan besar lainnya dilakukan oleh Asisten Residen Hindia Belanda di Ende yang memerintahkan P.G.Huijtink SVD (pastor paroki pertama di Gereja Katolik di Ende) untuk membaca dan menyensor naskah-naskah tonil (sandiwara) yang dikarang Soekarno dan akan dipentaskan di Ende. Di luar dugaan, Huijtink malah tertarik dengan pemikiran Soekarno. Sejak itulah hubungan keduanya menjadi dekat dan berubah menjadi persahabatan. (Baca: Bung Karno Tidak Terasing di Ende)

Pemerintah Hindia Belanda jelas kecolongan. Pengasingan yang dimaksudkan agar Soekarno tak bisa tahu tentang perkembangan dunia luar, malah berbalik. Huijtink membuka pintu perpustakaan gereja lebar-lebar, menghantarkan dunia pada Soekarno. Dan para misionaris mulai memanggilnya dengan panggilan "Mister President!" Jauh sebelum kemerdekaan, jauh sebelum akhirnya Soekarno benar-benar jadi orang nomor satu di Indonesia.

Naskah tonil yang seharusnya disensor, tak dilakukan oleh Huijtink. Akhirnya 12 naskah berhasil dipentaskan. Ditonton oleh masyarakat setempat yang sebagian besar tak bisa membaca. Tapi semangat juang yang disisipkan dalam cerita bisa mereka rasakan.

Bertandang ke perpustakaan gereja dan bertukar pikiran dengan para misisonaris, larangan pergi lebih dari 3 kilometer dari rumah pengasingan, tak bisa mengekang pikirannya menjangkau ke mana-mana.

Taman Perse yang terletak tak jauh dari rumah pengasingan, oleh masyarakat setempat lebih dikenal dengan sebutan Taman Renungan. Tempat Soekarno menghabiskan pagi, duduk merenung di bawah pohon sukun sambil menatap laut. Jiwa nasionalisnya menggelegak ingin mempersatukan bangsa untuk merdeka.

Pada 2013 di taman itu dibangun monumen, berupa patung Soekarno yang duduk di bangku panjang. Pohon sukun baru ditanam, namun anehnya pohon sukun yang baru menggantikan pohon sukun yang sudah mati, sama-sama hanya memiliki 5 cabang. Angka yang menginspirasi ideologi negara yang akan dibentuk Soekarno kala itu.

"Di kota ini kutemukan 5 butir mutiara, di bawah pohon sukun ini pula kurenungkan nilai-nilai luhur Pancasila." Begitu tulisan yang tertera di salah satu sisi monumen, Monumen Pancasila.

Kolam yang dibuat mengitari monumen memantulkan bayangan Soekarno pada permukaan air. Seperti mengingatkan kita untuk selalu bercermin. Coba tanyakan pada dirimu! Masihkah engkau memegang teguh Pancasila sebagai pemersatu bangsa? █


Comments (6)

Topic:
Sort
0/5 (0)
Facebookdel.icio.usStumbleUponDiggGoogle+Twitter
Gravatar
Dini says...
Sekarang pancasila nggak berhasil membendung isi SARA. Kalah sama fanatisme berlebihan :(
Gravatar
Terry Endropoetro says...
Tergantung dari kita sih mbak, mau terhasut isu SARA atau tetap pegang teguh Pancasila. Kalau saya sih pilih yang terakhir. Optimis dan menghormati bhinneka tunggal ika.
Gravatar
Reh Atemalem says...
Saya Pancasila, dan sedih liat Indonesia sekarang. :(
Gravatar
Terry Endropoetro says...
Yang penting kita ngajarin anak tentang Pancasila
Gravatar
Rry Rivano says...
Saya Indonesia, Saya Selalu Pancasila

Add Comment

* Required information
(never displayed)
 
Bold Italic Underline Strike Superscript Subscript Code PHP Quote Line Bullet Numeric Link Email Image Video
 
Smile Sad Huh Laugh Mad Tongue Crying Grin Wink Scared Cool Sleep Blush Unsure Shocked
 
2000
 
Notify me of new comments via email.