Home >>Blog >Seni Budaya

Terry Endropoetro's avatar

Persembahan Cinta 3 Srikandi

"Kelian mau senang-senang boleh. Asal jangan di belakang-belakang Abang begini, "kata Donald Pandiangan, yang memergoki ketiga anak latihnya pulang malam-malam sehabis nonton film di bioskop.

Beban berat memang ada di pundak Donald Pandiangan (Reza Rahardian), seorang mantan atlet panahan terbaik Indonesia. Namanya menjulang karena menjuarai empat kali Sea Games berturut-turut. Namun, Donald sempat kecewa saat pemerintah (karena alasan politik) membatalkan kepergiannya bersama seluruh kontingen Indonesia ke Olimpiade Moskow 1982. Setelah menghilang bertahun-tahun dan memendam kemarahan, Donald pun berhasil ditemukan kembali oleh Udi Harsono (Donny Damara), sekjen Perpani kala itu dan diangkat menjadi pelatih tim panahan puteri yang akan ikut diboyong ke Olimpiade Seoul 1988.

Beban berat pun ada di pundak Reza Rahardian, yang harus memerankan atlet panahan berdarah Batak. Walau jauh dari penampakan Donald Pandiangan yang berkulit gelap dan bertulang rahang tegas, namun ternyata Reza yang memiliki tipikal wajah 'kekinian' mampu berakting serius, kalimat-kalimat berlogat Batak secara fasih dan lancar meluncur cepat dari mulutnya.

"Saya melatih dengan cara saya sendiri," tegas Donald Pandiangan pada Udi Harsono. Latihan keras dengan disiplin tinggi pun diterapkan dan harus dipatuhi ketiga atlet yang terpilih seleksi, yaitu Nurfitriyana S. Lantang (DKI), Lilies Handayani (Sulawesi Selatan), dan Kusuma Wardhani (Jawa Timur). Mereka harus bisa memanah sambil berdiri di atas tong yang digulingkan, tumpuan yang terus bergerak dan kaki yang gemetar menahan keseimbangan. Berlatih di tengah guyuran hujan, di tepi pantai dengan suara ombak keras memecah karang dan angin laut yang bertiup kencang agar tetap bisa menjaga konsentrasi membidik anak panah tepat sasaran.

Sutradara Iman Brotoseno juga membumbui cerita dengan konflik dan drama kehidupan ketiga tokoh Srikandi. Bunga Citra Lestari memerankan sosok Yana, mahasiswi ibukota ini pandai, gigih, dan tak bisa melepaskan kecintaannya pada cabang olahraga panahan walau tanpa restu dari ayahandanya. Sementara Tara Basro memerankan Kusuma, perempuan pendiam dari Makassar yang diharapkan orangtuanya menjadi PNS agar masa depannya lebih terjamin. Dan Chealsea Islan yang terbiasa dengan peran sebagai anak manis, di film ini memerankan Lilies yang cerewet dan memiliki logat medok Jawa Timuran. Ia menentang keinginan ibunya yang ingin menjodohkannya dengan seorang pengusaha kaya raya. Dibanding Yana dan Kusuma, Lilies sering bertingkah kekanak-kanakan dan sering memberi ide-ide sak uenak udele. Seperti ketika mereka lelah berlari di jalanan desa, Lilies mengusulkan untuk pulang naik angkutan pedesaan. Sekali-kali nakal tak apa, pikir mereka.

Kepanikan pun terjadi ketika ternyata Bang Pandi ‐panggilan untuk Donald Pandiangan, mencegat dan naik kendaraan yang sama. Ketiganya berusaha menutupi kepala, merunduk, menghadap ke belakang, berharap sang pelatih tak melihat. Di sini suasana bioskop riuh dipenuhi tawa penonton yang tak ada habisnya melihat kebodohan mereka bersembunyi. Adegan-adegan, kalimat, dan tingkah polah yang lucu pun menghias cerita.

Saking tak ingin melewatkan satu titik pun detail cerita, saya malah jadi terganggu melihat adegan Lilies yang membawa tumbler berwarna merah muda saat latihan membawa. Tahun berapa sebenarnya setting film ini? Adegan lain yang mengganggu adalah pada saat Donald Pandiangan masuk ke stadion dan Udi Harsono berdiri menyambut sambil memegang botol plastik air mineral. Sudah adakah produk tersebut pada zaman itu? Dan ketika adegan Donald Pandiangan kesal lalu menendang galon air mineral. Pertanyaan yang sama pun muncul kembali.

Rasa penasaran saya soal air mineral terjawab. Karena ternyata, air mineral dalam kemasan sudah diproduksi di Indonesia pada 1974, namun pemasarannya masih terbatas di toko-toko pengecer yang melayani penjualan produk khusus untuk para ekspatriat. Sayangnya, tak ada informasi bagaimana bentuk kemasannya kala itu. Tapi kalau soal tumbler, saya yakin di akhir tahun 80-an tempat minum masih berupa termos bertali panjang, bukan botol plastik bening seperti yang dibawa Lilies saat latihan.

Masalah air mineral dan tumbler pun terlupakan begitu mendengar lagu KLA Project dan Vonny Sumlang. Saya juga menikmati kembalinya fashion 80-an, ice wash jeans, kaos yang dimasukkan ke dalam celana baggy dengan bagian bawah yang dilipat mengecil, juga rok lebar yang dipadankan dengan sepatu kets. Secara keseluruhan memang masih tampak kurang jadul, tapi usahanya bolehlaaah....

Walaupun tahu film ini berdasarkan kisah nyata dan berakhir happy ending, tetap saja deg-degan menyaksikan adegan pertandingan di Olimpiade Seoul. Deretan papan sasaran di tengah lapangan dan peserta lomba panahan dari berbagai negara sudah berdiri sejajar. Hati ciut dan ikut kecewa ketika satu persatu Srikandi kehilangan kesempatan merebut medali. Dan kembali bersemangat ketika mereka berhasil masuk final memperebutkan medali perak di kelas beregu. Tampaknya tak hanya saya yang menahan nafas, tegang melihat busur direntangkan, berkonsentrasi membidik, dan ketika anak panah dilepas terbang dan menancap tepat di tengah sasaran. Sontak seisi bioskop bersorak riuh dan bertepuk tangan. Rasanya semua penonton turut mendapat medali. Luar biasaaa!

Film yang diwarnai semangat pantang menyerah ini patut dijadikan film keluarga. Menanamkan kembali semangat kebangsaan pada generasi muda, untuk berbakti dan membuktikan cinta pada negara. Karena di tangan kitalah terletak kesempatan untuk mengangkat kembali nama Indonesia. █


Comments (5)

Topic:
Sort
0/5 (0)
Facebookdel.icio.usStumbleUponDiggGoogle+Twitter
Gravatar
Budi Nurrachmad says...
Saya Budi adalah putra dari Pa Udi Harsono, jadi saya mengenal setiap pribadi para personal, Om Donald Pandiangan terutama secara detail, krn sejak umur 3 tahun saya sudah sering dibawa ke lapangan panahan senayan oleh bapak Udi. Intinya semua yg ada di film itu benar adanya. Dan tokoh Pandiangan yang sebenarnya justru lebih tegas dan cenderung lebih keras dari yg ditampilkan Kang Reza... hatinya sangat baik tp mmg orangnya tegas dan keras. Pa Udi di sisi lain adalah pembalance kekerasannya om ... Read More
Gravatar
SwastikaNohara says...
Hahaha... iya, Lilis aslinya bubbly, kalo ngomong heboh gerakin tangan dg gelang2 gemerincing, sampai skrg masih kaya gt.
Makasih kak udh menulis review film ini
Gravatar
terry endropetro says...
Iya lucu banget lihat ekspresinya pas harus ngelucuti gelang hahahaha banyak ketawanya nonton film ini Grin
Gravatar
vira says...
ahaha.. iya, ada beberapa prop yang kurang pas sama zamannya, tapi secara keseluruhan buatku gak mengganggu karena ceritanya enak diikuti, \'feel good\', akting para pemainnya kalo gak bagus ya bolehlah. Aku jadi pengen kenal orang aslinya Lilies, kayaknya bubbly dan lucu sekali dia diperankan Chelsea Islan :D
Gravatar
terry endropetro says...
Pokpknya nontonnya seneng ya.

Add Comment

* Required information
(never displayed)
 
Bold Italic Underline Strike Superscript Subscript Code PHP Quote Line Bullet Numeric Link Email Image Video
 
Smile Sad Huh Laugh Mad Tongue Crying Grin Wink Scared Cool Sleep Blush Unsure Shocked
 
2000
 
Notify me of new comments via email.